Renungan Pagi: Mengampuni

Kejadian 50:17b

Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu.” Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.

Manado, SeputarNusantara.id
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.

Sepenggal syair lagu “mengampuni, mengampuni lebih sungguh, mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Tuhan lebih dulu mengampuni kepadaku. Mengampuni, mengampuni lebih sungguh”.

Mengampuni sepatutnya menjadi bagian kehidupan orang percaya, karena Tuhan Allah sudah mengampuni kesalahan dan dosa manusia melalui karya pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.

Manusia berbuat dosa, namun Tuhan Allah sudah bertindak lebih dahulu mengampuni manusia.

Dosa mengakibatkan kematian, namun kasih Allah yang menyelamatkan dan memberikan kehidupan kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya.

Yusuf adalah seorang yang suka mengampuni.

Ia tidak pernah mendendam kepada saudara-saudaranya.

Hal itu dibuktikan ketika ia pertama kali bertemu dengan saudara-saudaranya setelah peristiwa ia dijual ke Mesir.

Tiga kali Yusuf menangis ketika bertemu saudara-saudaranya. (43:24,30; 45:2).

Yusuf menangis oleh karena ia mengetahui ayahnya Yakub, adiknya Benyamin dan saudara-saudaranya masih hidup.

Nanti pada pertemuan yang ketiga, Yusuf memberitahukan siapa dirinya kepada saudara-saudaranya.

Tindakan Yusuf selanjutnya adalah ia memeluk saudara-saudaranya bahkan mencium mereka sebagai tanda bahwa ia tidak menaruh dendam kepada mereka (45:15).

Yusuf tulus mengampuni saudara-saudaranya.

Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.

Tantangan terbesar di masa kini adalah sikap pementingan diri sendiri.

Ada orang yang ingin berhasil tapi menjatuhkan orang lain.

Ada yang menyimpan terus kesalahan sehingga menimbulkan akar pahit dan dendam.

Menjadi perenungan bagi keluarga Kristen, apakah kita sudah saling memaafkan dan mengampuni satu sama yang lain, seperti Yusuf mengampuni saudara-saudaranya?

Ataukah kita lebih suka menyimpan dendam?

Dendam akan menimbulkan amarah dan membuat luka-luka batin yang sukar disembuhkan.

Hanya dengan saling memaafkan dan mengampuni maka luka-luka batin itu sembuh dan kita memperoleh sukacita.

Marilah kita saling memaafkan dan mengampuni karena Kristus sudah lebih dahulu mengampuni kita.

“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”

Amin

Doa:

Ya Tuhan Allah, beri kami semangat untuk mau memaafkan dan mengampuni mereka yang melakukan hal-hal buruk kepada kami.

Jauhkan kami dari suka menyimpan kesalahan orang lain, sehingga menimbulkan akar pahit, dendam dan amarah yang dapat membuat kami sakit dan menyakiti orang Iain.

Amin.

Sumber: Dodoku GMIM

Mengasihi Saudara Wujud Mengasihi Allah

Pdt Sendra Kawatu STh

(1 Yohanes 4:7-21)

 

Minsel, SeputarNusantara.id – Manusia sebagai makhluk sosial menyadari bahwa orang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Orang akan saling membutuhkan satu dengan yang lain.

Seseorang pasti selalu menciptakan interaksi hubungan sosial satu dengan yang lain.

Menyatakan kasih kepada orang yang mengasihi kita adalah suatu hal yang biasa, tapi menyatakan kasih kepada semua orang termasuk kepada orang yang tidak menyukai kita kadang mustahil untuk dilakukan.

Hal ini disebabkan karena biasanya sikap seseorang terhadap orang lain ditentukan oleh sikap orang lain terhadap orang tersebut.

Jika demikian, maka kasih seseorang akan bergantung pada kondisi hati seseorang bukan pada kesadaran untuk melakukan apa yang di Firmankan Tuhan.

Untuk itu sangat perlu bagi setiap orang untuk terus menerus diingatkan apa yang menjadi kewajiban orang percaya terutama tentang “Mengasihi Sesama Sebagai Wujud Mengasihi Allah”.

1 Yohanes 4:7-21 diawali dengan suatu kalimat ajakan untuk saling mengasihi.

Penting untuk diketahui bahwa mengasihi dari kata dasar “kasih” diterjemahkan dari teks Yunaninya yakni “agaphe’”.

Dari istilah Yunani ada 4 kata yang diterjemahkan kasih dengan makna arti kata yang berbeda-beda.

Pengajaran Hellenisme yang sering dirasakan orang adalah pengajaran yang hanya sebatas kasih karena ada maunya.

Itu seperti yang kita kenal dengan kasih Eros biasanya ini karena rasa cinta kepada seseorang dan itu biasa berlawanan jenis.

Kasih yang sebatas dalam seksualitas dan kasih itu dia mudah luntur.

Juga yang kita kenal dengan kasih Filia, dimana kasih ini cuma karena hubungan pertemanan, persahabatan yang saling menguntungkan.

Kalau misalnya tidak bisa beri keuntungan, maka tidak akan berpihak kepada kita, bukan lagi teman.

Jadi kasih seperti ini gampang luntur.

Juga yang kita kenal dengan kasih Storge, dimana ini terlihat dimana kasih kekeluargaan, karena ada hubungan bersaudara.

Namun dalam prakteknya, tidak bertahan lama, sebab sering ada beda pendapat di kehidupan keluarga.

Sementara, Kasih Agaphe adalah kasih yang kekal, kasih yang tulus, kasih yang tidak pura-pura.

Kalau dia marah dia bilang marah, jika salah dia tegur, tapi yang tidak pernah menuntut balas.

Di antara keempat istilah Yunani tersebut kasih “agaphe” berarti kasih yang tidak mementingkan diri sendiri yang identik dengan kasih Allah terhadap ciptaan-Nya.

Karena, sesungguhnya bukan kita yang mengasihi tapi Dia Allah Tuhan kita yang lebih dulu dan yang mengerjakan kasih itu melalui pengorbanan Yesus Kristus di Kayu Salib.

Lakukan kasih daripada Tuhan dengan berdoa selalu, memohonkan Tuhan buka hati, sehingga Tuhan mampukan kita mempraktekkan kasih itu.

Yesus adalah kasih, yang menutupi dan mengalahkan banyak hal termasuk rasa marah.

Nikmat berkat Tuhan akan selalu kita rasakan sekalipun dengan berbagai kesulitan yang harus ada.

Mempraktekkan kasih Allah itu hanya dapat kita lakukan kalau kita memiliki hubungan yang erat dan selalu ada dalam kesadaran akan kasih Allah dalam hidup kita.

Bahwa sesungguhnya bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus anaknya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita

Dengan kita memperlakukan hal itu dalam hidup bersama dengan sesama bahkan dengan dunia ciptaan Tuhan, sehingga terjalin hubungan yang indah dengan Tuhan sang kasih itu maka terpujilah nama Tuhan.

Amin

Berhala Tidak Dapat Melakukan Apa-Apa

Yeremia 10:1-5

Manado, SeputarNusantara.id – Bangsa Israel sebagai sebuah bangsa berlalu; setelah raja Salomo kerajaan Israel harus terbagi dua bagian.

Sebelah utara beribu kota di Samaria dan sebelah selatan, Yehuda, beribu kota di Yerusalem.

Israel utara dihancurkan dan diduduki oleh Asyur sedangkan Israel selatan masih bisa bertahan walaupun harus menjual harga diri mereka kepada bangsa yang lebih kuat, termasuk meninggalkan Tuhan Allah mereka.

Berulang-ulang Tuhan Allah mengingatkan umat-Nya untuk berbalik dan kembali, tapi pada akhirnya Bangsa Israel lebih memilih cara manusia.

Nabi Yeremia pun dipakai Tuhan untuk mengingatkan Bangsa Israel, kehancuran merupakan penghukuman yang harus dijalani umat Allah akibat ketidaktaatan mereka.

Allah berfirman kepada umat-Nya melalui hamba-Nya Yeremia untuk tidak menyembah allah yang akan lenyap.

Para allah yang tidak menjadikan langit dan bumi akan lenyap dari bumi dan dari kolong langit.

Jangan sama dengan bangsa yang tidak mengenal Tuhan.

Bangsa Israel harus menjaga jati diri mereka sebagai umat Allah.

Berhala hanya pohon kayu yang dikerjakan manusia.

Diperindah oleh manusia, tidak dapat bicara, tidak bisa bergerak, dan tidak dapat berbuat baik maupun jahat.

Berhala tidak bisa melakukan apa-apa; hanyalah ciptaan manusia, mengapa ciptaan manusia harus disembah oleh yang menciptakannya?

Jangan bodoh! Sembahlah Allah yang hidup, Allah yang menciptakan bumi dengan kekuatan-Nya.

Sobat obor dalam menjalani hidup tentu kita akan diperhadapkan dengan berbagai cerita, ada saatnya susah, ada waktunya senang.

Keduanya bisa datang bergantian ataupun datang bersamaan.

Dalam menjalani berbagai cerita kehidupan semoga kita tidak tergiur untuk menduakan Tuhan Allah yang benar, hidup dan raja kekal.

Janganlah hanya karena keadaan yang sulit kita meninggalkan Tuhan dan mengandalkan manusia bahkan menyembah berhala buatan manusia.

Ketika pun sukses dan berhasil kita melupakan Tuhan dan berpikir semua keberhasilan yang teralami kerena kemampuan kita manusia.

Sobat obor banyak godaan untuk meninggalkan Tuhan.

Belajar dari firman Tuhan saat ini jangan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan Bangsa Israel.

Amin

Renungan Pdt. Yahya Mulyono: Menepati Janji

SEPUTAR NUSANTARA – Renungan Pdt. Yahya Mulyono hari ini mengambil tema ‘Menepati Janji’.

Atas tema itu, diambil bacaan Firman Tuhan yang terdapat dalam 2 Raja-Raja 10 memperlihatkan kepada kita betapa Tuhan tidak lalai dalam menggenapi janji-Nya.

Janji-Nya kali ini bukan bicara soal penyertaan atau penghiburan, melainkan janji penghukuman dan pemusnahan keluarga besar Ahab karena kekejian yang telah diperbuatnya kepada umat dan para nabi Tuhan.

Dalam menggenapi janji itu, Tuhan memakai Yehu untuk melaksanakan penghukuman yang diperintahkan Allah (7-10).

Menyadari siapa yang memberi perintah, maka dengan sangat giat, Yehu melaksanakan perintah Allah.

Ia memusnahkan semua keturunan Ahab yang laki-laki (1-11a), para pengikut Ahab (11b), dan sanak saudara Ahab (12-14, 17).

Dari Yizreel hingga Samaria terjadi pemusnahan besar-besaran terhadap keluarga Ahab, dan “… firman Tuhan yang telah diucapkan Tuhan tentang keluarga Ahab, tidak ada yang tidak dipenuhi. Tuhan telah melakukan apa yang difirmankan-Nya…” (10).

IMPLIKASI FIRMAN

Melalui perenungan Firman Tuhan hari ini, kita diingatkan bahwa Allah tidak pernah main-main dalam menggenapi janji-Nya, baik itu janji kasih setia maupun janji untuk menegakkan keadilan dan hukuman.

Oleh karena itu, jangan pernah menganggap remeh Firman-Nya dan jangan pula meragukan janji-Nya.

Ia adalah Allah yang berfirman dan punya segala kuasa untuk menepatinya.

Ketika Allah berjanji, percayalah bahwa Ia pasti melakukan apa yang difirmankan-Nya.

(***/Redaksi)

Renungan GA Paulina Gosal STh: ‘Ciuman Penghianatan’

SEPUTAR NUSANTARA – Guru Agama Paulina Gosal, STh memimpin ibadah rutin hari Minggu (19/03/2023) di Jemaat GMIM Pniel Sulu, Wilayah Tatapaan Indah

Dalam ibadah tersebut, dibawakan Pembacaan Alkitab yang terdapat dalam Markus 14 : 43-52, dengan judul ‘Yesus Ditangkap.

Dan dalam renungannya mengangkat tema ‘Ciuman Penghianatan’.

Simak selengkapnya:

Markus 14 : 43-52 merupakan cerita yang mengawali penderitaan Yesus.

Murid-murid Yesus pada waktu itu melarikan diri dan masing-masing menyelamatkan diri.

Kesetiaan kepada Yesus menjadi sirna di saat menghadapi ancaman.

Bahkan ada laki-laki yang mengikuti Yesus, di saat menghadapi ancaman dia lari meninggalkan Yesus dalam keadaan telanjang.

Hal ini menggambarkan, para murid dan umat Tuhan tidak bersedia menghadapi penderitaan karena mengikuti Yesus.

Semua lari meninggalkannya dan masing-masing menyelamatkan diri.

Karena memang, hanya Yesus saja yang akan mengalami penderitaan, karena dosa, karena pemberontakan kita umat manusia.

Namun saudara-saudara, jangan kita menjauh, jangan kita lari dari Tuhan. Karena itulah yang hendak kita nyatakan, dalam kita menghayati minggu-minggu sengsara Yesus Kristus.

Belajar dari Firman Tuhan di hari ini kita diingatkan supaya iman kita kepada Yesus jangan sampai dikhianati. Sama seperti Yudas yang menghianati Yesus dengan ciuman.

Ciuman itu sebenarnya adalah tanda persahabatan, tanda kekeluargaan, tetapi sebenarnya ciuman itu adalah tanda kasih sayang.

Firman Tuhan kali ini mengajarkan kita untuk tidak mengikuti jejak Yudas yang menghianati Yesus.

Ada ungkapan yang berkata ‘Di Hadapan Manusia Boleh Kamu Bersandiwara, Tapi Jangan Kepada Tuhan’.

Ketika kita harus berhadapan dengan pergumulan, dengan berbagai tantangan penderitaan, berbagai tekanan-tekanan hidup, kita justru meninggalkan pelayanan kita.

Kita lupa akan janji dan komitmen kita.

Kita dibutakan dengan berbagai tawaran-tawaran duniawi. Kita ditawarkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan.

Seringkali penghianatan terjadi karena iri hati, karena rasa tersaingi, karena kepentingan pribadi sehingga kita sesuka hati melakukan penghianatan.

Marilah kita membangun kebersamaan, bangun komunikasi yang baik dan hidup dengan saling menghormati yang akan menguatkan iman kita.

Semoga penghayatan minggu-minggu sengsara akan membawa perubahan, membawa pemulihan dalam perjalanan hidup kita selaku orang percaya.

Redaksi